Ayah Si Raja Tega
Oleh: Yons Achmad
(Kolumnis, tinggal di Depok)
Rekreasi tipis-tipis di Taman Kelinci, Depok. Saya ajak Java Profetika, (umur 5 tahun: anak kedua), bermain pasir, petak umpet, memancing ikan. Sekian menit bermain, lalu saya biarkan dia terserah mau main apa. Yang penting gembira. Sambil menunggunya main, saya menulis beberapa bait puisi untuk sebuah media online.
Tetiba, “Gubrak”
Java jatuh tersungkur. Saya sempat melihatnya “Aman, jatuh di rerumputan, bismillah nggak sakit,” guman saya.
Tapi, seorang ibu-ibu entah siapa berteriak
“Bapak gimana sih, anaknya jatuh nggak ditolongin.”
Saya hanya tersenyum saja. Sambil memberikan kode ke Java untuk bangkit, berdiri sendiri.
Ayah, Si Raja Tega. Mungkin itu sebutan spontannya. Tapi, sebenarnya tidak seperti itu. Ayah hanya ingin melihat anak-anaknya tumbuh, terutama anak laki-laki sebagai seorang yang kuat, tidak mudah mengeluh, punya daya tahan dan daya sabar yang besar.
Ayah, tentu juga tak bakal memaksa anak-anak bekerja.
Tapi, setidaknya mereka akrab dengan pekerjaan ayahnya. Contoh, saya ajak ikut naik kereta pagi-pagi, berdesakan ke tempat kerja atau menemui klien. Saat saya sedang misalnya diundang oleh salah satu kementerian memberikan pelatihan atau seminar, saya ajak dia.
Misalnya, saat di Hotel Sultan isi pelatihan, pernah dia saya tinggal di kamar hotel, 2 jam sendirian. “Kalau ada apa-apa telepon resepsionis,” kata saya sambil mengajarkan penggunaan telepon kamar hotel. Saat saya kembali, dia masih asyik main lego sambil nonton kartun di televisi. Jujur, saya deg-degan juga ninggalin dia.
Kabar baiknya, dia aman-aman saja. Paginya saja ajak berenang di kolam renang hotel. Berduaan saja di kolam renang, belum ada orang lain. Dia begitu tampak bahagia bermain air. Saya jadi agak trenyuh menyaksikannya.
Dia, juga kadang kita ajak ke Kedai SEMEJA. Yang baru saja kita buka. Kau sudah ke sana? Ahai. Ditunggu ya. SEMEJA: Ruang Ketiga bagi keluarga setelah rumah dan kantor. Tempat ngobrol berfaedah, makan, saling bertukar pikiran dan pengalaman. Saya ajak dia, kadang sampai tutup dan beberes. Pukul 22.00 WIB. Tentu dia ngantuk berat. Juga ngedumel. Kenapa? Dia takut kemalaman tidur, takut nggak bangun subuh. Dia, bismillah tiap hari shalat subuh jamaah kalau tidak ada halangan berarti.
Kenapa bisa begitu. Yang jelas saya pastikan bukan karena iman. Belum nyampai. Tapi, karena setelah subuh pasti ada makanan gratis di musola dekat tempat tinggal kami. Kadang nasi uduk, nasi kuning, roti, surabi dll. Ada tiap hari, makanya dia shalat subuh jamaah rajin sekali.
Begitulah ayah. Tak terlalu memanjakan dia atau terus spontan menolongnya ketika jatuh atau kesulitan mengerjakan sesuatu, ikut membawanya kerja, belajar bersama untuk senang berjalan kaki.
Semua itu, upaya “Raja Tega” biar anak-anak akrab dengan aktivitas ayahnya dan juga tentu terbesit sebuah harapan besar. Ya, seorang ayah kelak bisa melihat anak-anaknya, terutama anak lelakinya, pelan-pelan tumbuh dewasa, mandiri, matang dalam naungan iman. Itu saja. []
No comment for Ayah Si Raja Tega