Perubahan iklim adalah suatu fenomena yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia. Perubahan iklim ini juga dapat berupa perubahan suhu, curah hujan, peningkatan gas rumah kaca, ataupun pemanasan global yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Faktor-faktor perubahan iklim diantaranya adalah efek gas rumah kaca, pemanasan global, kerusakan lapisan ozon, kerusakan fungsi hutan, gas buang industri, dan penggunaan Cloro Flour Carbon (CFC) yang tidak terkontrol.
Dampak dari perubahan iklim meliputi curah hujan yang tinggi yaitu menyebabkan menurunnya kualitas air, musim kemarau yang berkenaan yaitu menyebabkan rendahnya kuantitas air sehingga para petani gagal panen, serta cuaca tidak menentu yang menyebabkan nelayan menjadi sulit untuk melaut, dan terjadinya beberapa perubahan perilaku dan mental manusia, dan juga terjadinya penurunan imun pada manusia sehingga akan jatuh sakit.
Salah satu tantangan besar di zaman kita, dimana perubahan iklim ini dapat berdampak baik secara fisik terhadap lingkungan, maupun secara mental bagi manusia. Belakangan ini istilah “Eco-Anxiety” semakin sering terdengar, dimana istilah ini didefinisikan oleh American Psychological Association sebagai “ketakutan kronis akan malapetaka lingkungan”. Jadi perubahan iklim ini telah diakui sebagai “keadaan darurat” yang dapat mengancam kesejahteraan sosial, bahkan memicu gangguan kesehatan mental.
Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan mental melalui tiga cara yaitu: ( 1) Seseorang dapat mengalami gangguan psikologis saat ia mengalami dampak langsung perubahan iklim, seperti korban banjir, penduduk yang terkena musim panas berkepanjangan. Beberapa bukti kuat yang menunjukkan hubungan antara suhu tinggi dan efek kesehatan mental yaitu suhu tinggi dan gelombang panas telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat bunuh diri dan peningkatan kejahatan kekerasan, suhu tinggi juga dapat menyebabkan kualitas tidur yang lebih buruk sehingga mengurangi kemampuan bekerja dan menyebabkan kerugian ekonomi. Pada akhirnya, ini semua akan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Pengalaman peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir atau badai juga telah dikaitkan dengan peningkatan prevalensi depresi, gangguan stress pasca-trauma dan gangguan kecemasan lainnya.
(2)Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan mental secara tidak langsung, seperti menyaksikan bencana jauh atau membaca tentang laporan mengenai bencana atau laporan perubahan iklim yang mengerikan. (3) Perubahan iklim yang ekstrem dalam jangka waktu lama, tentunya juga dapat memicu gangguan kesehatan mental. Contohnya, ketika masyarakat harus bermigrasi dari tempat yang rawan bencana ke tempat yang lebih aman, tentunya mereka harus meninggalkan rumah, bahkan juga kehilangan pekerjaan mereka. Hal ini tentunya dapat memicu kesehatan mental para pengungsi.
Cara menjaga kesehatan mental dalam keadaan iklim yang terus berubah dapat dilakukan dengan cara-cara seperti mengakui bagaimana perasaan kita dan bicarakan itu, perkuat hubungan dengan orang di sekitar kita, serta mengambil tindakan (take action). Sebagai generasi muda, tentunya kita bisa ikut mengambil aksi peduli lingkungan, sehingga fear of climate change dapat menurun seiring berjalannya waktu. Saatnya kita beraksi seperti mengurangi penggunaan listrik, contohnya mematikan lampu pada siang hari, menghemat penggunaan air, hindari membuang-buang makanan (avoid wasting food), menggunakan platform sosial media untuk meningkatkan awareness dikalangan masyarakat agar peduli terhadap bumi. Contohnya membuat Informasi berupa foto/video tentang cara daur ulang sampah. Lalu menggunakan bahan rendah karbon seperti bambu untuk menggantikan baja, aluminium dan beton, serta turun aksi seperti mengurangi penggunaan plastik dan gerakan membersihkan laut dari sampah.
(Siti Hajar. Komunikasi dan Penyiaran Islam. Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah. UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda)
No comment for Perubahan Iklim dan Kesehatan Mental