HOME
Home » Kolom » Pesan Kultural Lebaran

Pesan Kultural Lebaran

Posted at April 29th, 2023 | Categorised in Kolom

Pesan Kultural Lebaran
Oleh: Yons Achmad
(Pengamat Komunikasi. Pendiri Komunikasyik.com)

Perspektif seorang muslim, biasanya memandang idul fitri sebagai momentum untuk mengembalikan fitrah manusia yang suka kebaikan dan kedamaian. Idul fitri berasal dari kata dalam bahasa Arab ’idun (kembali) dan al-fitrah (watak/dasar manusia). Dalam konteks Indonesia, Idul Fitri sering diimplementasikan dengan aktivitas halalbihalal atau silaturahmi. Silaturahmi sendiri dalam bahasa Arab, terderivasi dari shilatun, artinya “menyambung”, dan al-rahimu berarti “kasih sayang”.

Dalam pemahaman pada umumnya, idul fitri menandakan berakhirnya waktu puasa ramadan dan diartikan juga sebagai hari kemenangan. Makna spiritual yang terdapat di dalamnya selain refleksi dan kegembiraan, idul fitri juga sebagai waktu untuk amal, yang dikenal sebagai Zakat al-Fitr. Idul fitri juga dimaksudkan sebagai waktu sukacita dan penuh berkah bagi seluruh umat muslim dan waktu untuk membagikan harta kekayaan seseorang kepada mereka yang tidak mampu agar turut berbahagia di hari raya.

Umat Islam, pada momentum idul fitri ini, punya makna yang filosofis, tentang bagaimana ajaran Islam benar-benar menjadi ajaran yang membahagiakan, memberikan rasa kenyamanan. Selebrasi idul fitri, sejatinya menunjukkan bagaimana ajaran kasih sayang umat Islam tak hanya sekadar menjadi teori dalam perspektif teologis semata. Akan tetapi dapat diimplementasikan oleh umatnya sehingga bisa memberikan dampak yang signifikan bagi umat Islam lainnya, bahkan umat non muslim.

Kenapa? Karena ajaran Islam universal. Ajaran yang baik bagi umat non muslim sekalipun. Itu sebabnya, idul fitri boleh dimaknai secara praktis bukan pada banyaknya makanan yang kita punya di hari raya, melainkan berapa banyak bantuan yang kita berikan pada mereka yang kekurangan. Bukan soal barang atau baju baru dan mewah, melainkan seberapa bersihnya hati kita untuk mau memaafkan orang lain.

Sementara, dalam perspektif kultural agak berbeda. Misalnya, orang Jawa merayakan idul fitri sebagai lebaran. Layaknya orang Jawa, di mana para ulama terdahulu tak langsung membacakan teks (dalil) untuk dilaksanakan, tapi terlebih dahulu meramunya dalam bentuk-bentuk simbol kebudayaan agar pesan dakwah mudah diterima. Begitu juga dengan lebaran. Kalau kita gali lebih dalam, lebaran punya makna yang tentu saja masih relevan di zaman sekarang.

Lebaran, diambil dari kata “lebar” yang artinya selesai. Dari apa? Menandakan berakhirnya ibadah puasa ramadan dan siap-siap menyongsong hari kemenangan. Lebaran adalah perayaan kultural seorang muslim (Jawa) sebagai bentuk ungkapan suka-cita yang tentu saja diselimuti oleh nilai-nilai religiusitas dalam Islam. Lebaran adalah perayaan, tak ada perdebatan dan pertanyaan apakah seseorang menjalankan puasa ramadan secara penuh atau tidak, semua merayakannya.

Tradisi yang mengikutinya tentu tak asing lagi. Tak lain tak bukan tradisi mudik. Orang-orang di perantauan berbondong-bondong pulang ke kampung halaman. Jutaan orang dengan beragam kendaraan seperti pesawat, kereta api, bus, mobil dan sepeda motor ramai-ramai pulang ke desa. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memang pesat. Tapi, teknologi terbaru seperti AI atau metaverse sekalipun rasa-rasanya tak bisa menggantikan prosesi bisa bertatap buka dengan keluarga, saudara maupun kawan-kawan masa kecil di kampung.

Di kampung, prosesi lebaran dilanjutkan dengan tradisi sungkeman. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk bakti anak-anak kepada para orang tua atau menghormati mereka yang dituakan. Satu persatu orang-orang yang lebih muda sungkem kepada mereka yang lebih tua. Sementara, para orang tua atau mereka yang dituakan mendoakan kebaikan bagi anak-anak, cucu dan cicit mereka. Suasana penuh haru yang kadang diwarnai dengan tangisan kebahagiaan tak bakal tergantikan dengan teknologi terbaru sekalipun.

Dari prosesi itu, satu pesan lebaran yang bisa diambil adalah tradisi memaafkan dan mengakui kesalahan. Sebagai sebuah bukti keberanian tersendiri. Tak jarang, orang zaman kiwari semakin sulit untuk meminta maaf. Maka, lebaran menjadi momentum menghancurkan tembok-tembok keangkuhan diri, dinding-dinding kesombongan diri. Tak akan jatuh harga diri dengan berani meminta maaf, justru dengan berbuat demikian, penghormatan semakin tinggi dan mereka yang memberikan maaf juga punya kemuliaan yang sama. Seperti firman Allah SWT” “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh (Qs Al-A’raf 7: 199)”.

Dalam psikologi komunikasi, memaafkan merupakan “state of minds”, sebuah cara melibatkan pikiran, perasaan dan tindakan tertentu yang dalam “Forgiveness Theraphy” dikenal sebagai salah satu pilihan metode terapi penyembuhan luka jiwa manusia. Bayangkan dan rasakan bagaimana hati kita ketika tidak lagi punya dendam pada siapapun, sudah bisa memaafkan semuanya. Tentu, yang hadir adalah jiwa-jiwa yang tenang, nyaman dan damai.

Lebaran dalam perspektif kultural dengan demikian tak lepas dari bingkai keagamaan juga. Mengembalikan pada fitrah manusia yang suci. Kalau kita tarik lebih jauh lagi, kedalaman bakal terus kita temukan. Manusia akan sampai kepada hakikat kemanusiaan yang paripurna. Tak hanya menjadi wong (manusia) pada umumnya, atau menungso (menus menus ra rumongso), orang yang tak tahu diri. Dalam perspektif ini, manusia hanya mengagungkan fisik yang tidak pernah menyadari asal, kedudukan, dan tugas sebagai hamba Allah SWT.

Lantas, bagaimana harapanya? Kita benar-benar bisa menjadi Tiyang yaitu meniti eyang/Yang. Manusia yang menyadari diri sebagai hamba yang harus menjaga hubungan dengan sesama, memulikan sesama manusia. Mereka terus menghargai tradisi baik, tidak buru-buru menghakimi dengan ujaran “Dalilnya mana?”. Selain itu, tetap terus berusaha mengagungkan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Agung, dan semua yang menjadikan kebesaran Allah SWT. Itulah pesan kultural lebaran yang perlu kita renungkan dan amalkan. []

No comment for Pesan Kultural Lebaran

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *